TB_Campaign_Day_2022

Stigma dan Diskriminasi Masih Menjadi Hambatan dalam Mengeliminasi TB di Indonesia

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis dan paling sering menyerang paru-paru. Selain paru-paru, bakteri TB juga dapat menyerang organ tubuh lain, seperti ginjal, tulang belakang dan otak.

Lebih dari 95% kasus TB yang menyebabkan kematian terjadi di negara berkembang. Indonesia sendiri berada di urutan ke-2 negara dengan kasus TB tertinggi di dunia setelah India.[1] Bila melihat data terbaru dari WHO Global TB Report 2021, terdapat sebanyak 384.025 kasus TB di Indonesia yang ditemukan.[2] Sedangkan dari data National Tuberculosis Control Program (NTP) 2021 terdapat estimasi kasus TB di Indonesia mencapai 824.000 orang dengan jumlah pasien yang meninggal sebesar 15. 186 jiwa. Sementara jumlah kasus TB yang ditemukan dan diobati (menurut data NTP) baru 443.235 hanya separuh dari estimasi kasus yang ditemukan.

Sama halnya dengan HIV, masyarakat dunia juga membuat capaian bersama untuk mengeliminasi TB pada 2030. Seperti sepaket dengan HIV, pada kasus TB juga mengalami hambatan yang serupa yaitu stigma dan diskriminasi. Hambatan yang terjadi mengakibatkan orang dengan TB terlambat untuk didiagnosis (melakukan pengobatan), tidak patuh berobat, hingga putus pengobatan. Dengan demikian, stigma dan diskriminasi secara tidak langsung juga mengakibatkan penyebaran TB semakin tidak terkontrol di masyarakat. Tidak sedikit yang kemudian resisten terhadap obat yang dikonsumsi sehingga membuat penanganan TB semakin kompleks.

Indonesia AIDS Coalition (IAC) dengan dukungan dana dari The Global Fund memberikan support kepada POP TB Indonesia (salah satu komunitas yang berfokus pada Eliminasi TB) sebagai bentuk kontribusi untuk bersama-sama mengeliminasi TB. Lewat kegiatan Capacity Building dan TB Campaign Day yang diadakan pada 17-19 Juni 2022 di Makassar, kita berharap kerja-kerja penjangkauan orang dengan TB makin dijalankan dengan massif dan tanpa hambatan. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas jejaring (Organisasi Penyintas TB/OTP) yang menjadi ujung tombak dalam meningkatkan peran komunitas yang berdaya.

Selain perubahan sinergi dan penguatan team dari organisasi komunitas, IAC bersama POP TB juga mengadakan pelatihan Fundraising dan Report Writing. Dua hal ini merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan bagi suatu komunitas yang bergerak secara sukarela. Fundraising merupakan suatu hal yang harus dilakukan sebagai keberlangsungan suatu organisasi (bahan bakar).

Dalam pelatihan TB Campaign Day, kami berupaya untuk menurunkan angka stigma dan diskriminasi terhadap pasien TB di Indonesia. Salah satu bentuk kampanye yang didorong adalah dengan melakukan aksi kampanye sosial dan flashmob berupa edukasi kepada masyarakat. Kampanye ini melibatkan perwakilan OTP yang tersebar di 16 provinsi. Praktik pertama, peserta melakukan survey, sosialisasi, dan edukasi kepada pengungjung Lego Lego CPI Kota Makassar. Dari 60 pengunjung yang bersedia menjadi responden dalam survey ini, 30% orang yang pernah mengalami TB juga mengalami stigma. Atas hasil itu kemudian kita berikan edukasi terkait dengan TB mulai dari proses penularan hingga penanganan yang seharusnya dilakukan tanpa menimbulkan stigma dan diskriminasi.

Kedepannya IAC bersama POP TB berharap orang dengan TB bisa memiliki kesempatan yang sama sebagai seorang manusia. Maka dari itu kita perlu belajar dari kasus Covid19, Ketika pasien covid19 dapat dengan leluasa mengkonfirmasi di media sosial bahwa dirinya terjangkit covid19 dengan melakukan posting hasil PCR atau antigennya. Pasien covid19 juga tidak takut untuk memberitahukannya kepada keluarga dan tetangga sekitar. Ini juga didukung dengan respon positif sosial dengan berbondong-bondong mengirimkan bantuan baik obat ataupun kebutuhan nutrisi yang mendukung penyembuhan untuk covid19 ketika pasien melakukan isolasi mandiri.

Hal tersebut tentunya  dapat diterapkan juga pada orang dengan TB. Kita semua sepakat bahwa Covid19 dan TB merupakan penyakit yang menular dan mematikan, tetapi perilaku kita masih berbeda dalam memandang antara orang yang terkena Covid dan orang dengan TB. Jika bahayanya saja sama, kenapa kita juga tidak berperilaku dan bersolidaritas dengan sama terhadap orang dengan TB seperti halnya yang diberikan pada pasien Covid19.

[1] World Health Organization, Global Tuberculosis Report 2021, https://www.who.int/publications/i/item/9789240037021

[2] Id.

Share this post

On Key

Related Posts

Lowongan Kerja

Vacancy Internal Auditor

I. FOREWORD Indonesia AIDS Coalition (IAC) is a community-based organization that works with stakeholders to increase transparency, accountability, and public participation in AIDS programs with

Read More »

Stigma dan Diskriminasi Masih Menjadi Hambatan dalam Mengeliminasi TB di Indonesia

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis dan paling sering menyerang paru-paru. Selain paru-paru, bakteri TB juga dapat menyerang organ tubuh lain, seperti ginjal, tulang belakang dan otak. Lebih dari 95% kasus TB yang menyebabkan kematian terjadi di negara berkembang. Indonesia sendiri berada di urutan ke-2 negara dengan kasus TB […]

Hapuskan Diskriminasi Mulai dari Pemberitaan di Media

Salah satu capaian yang harus diwujudkan dalam mengeliminasi Epidemi HIV-AIDS adalah zero stigma and discrimination. Dua zero lainnya adalah zero infeksi baru dan zero kematian. Diskriminasi dan stigma dianggap jadi yang terpenting untuk diselesaikan terlebih dahulu, dua zero selanjutnya dapat ditentukan dari hilangnya diskriminasi dan stigma. Penularan infeksi dapat terjadi karena populasi kunci yang sulit […]

want more details?

Fill in your details and we'll be in touch