Hukum dan Hak asasi Manusia

Penguatan Pemahaman Hukum dan HAM

Hari jumat tanggal 15 Juli 2022 lalu, IAC melakukan pengembangan kapasitas untuk teman-teman populasi kunci terkait dengan Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam pertemuan ini ada 4 babak pembahasan, pertama peserta dibekali dengan SOGIESC, kedua pemetaan akar penindasan yang terjadi di komunitas, ketiga pembekalan soal Hak Asasi Manusia, keempat system hukum Indonesia, dan kelima pembela HAM.

SOGIESC

Sebelum memasuki pembahasan mengenai hukum dan HAM, peserta yang hadir terlebih dahulu dibekali dengan pemahaman terkait dengan SOGIESC (Sex Orientation, Gender Identity and Expression, and Sex Characteristic).

SOGIESC sendiri mulai diperkenalkan pada 2007 di Yogyakarta. Saat itu aktivis yang fokus pada isu penanggulangan HIV dan AIDS menginisiasi agar membentuk suatu panduan hukum bagi teman-teman komunitas. Inisiasi itu kemudian terbentuk dengan nama Yogyakarta Principle. Dalam Yogyakarta Principle ini pembahasan mengenai pembentukan payung hukum bagi teman-teman komunitas dilakukan dan keluar lah sebuah panduan Bernama SOGI (Sex Orientation and Gender Identity).

Sayangnya, konsep yang diusung tersebut tidak diterima di Indonesia. Tahun 2011, Aktivis HIV berinisiatif untuk membawa konsep ini ke PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), tujuannya untuk memperkenalkan apa itu SOGI dan berharap PBB dapat mengadopsi lalu menjadikan rujukan untuk setiap negara-negara anggota.

15 Juni 2011 teman-teman Aktivis HIV mulai memberlakukan SOGI untuk perlindungan teman-teman komunitas. Di tahun 2011 sampai 2013 teman-teman berfikir kalau hanya membicarakan SOGI, belum  mengakomodir teman-teman dengan ekspresi gender yang lain. Sehingga perlu ditambahkan Ekpresi Gender dalam konsep tersebut, maka jadilah SOGIE (Sexs Orientation, Gender Identity, and Eksprestion Gender).

Lalu pada 2015 mereka menambahkan Kembali terkait dengan seks karakteristik. Tujuannya tentu untuk memperluas perlindungan terhadap teman-teman komunitas. Sehingga menjadi istilah yang biasa kita dengar selama ini yaitu SOGIESC (Sex Orientation, Gender Identity, Eksprestion Gender, and Sex Characteristics).

Hukum dan Hak asasi Manusia

Akar Penindasan

Dasar dari penindasan yang ada saat ini berasal dari kebijakan yang dikeluarkan oleh negara. Di mana mayoritas yang ada di sana bukan berasal dari komunitas. Pemangku kebijakan ini kemudian berhasil untuk mengotakan perilaku mana yang pantas disebut normal dan mana yang tidak atau abnormal. Pemisahan itu kemudian menjamur di masyarakat sehingga apa yang tidak biasa mereka lihat dicap sebagai perilaku yang abnormal. Dalam hal ini adalah perilaku seks yang di luar dari heteroseksual.

Tidak hanya sampai di situ, akibat dari anggapan itu yang terwariskan secara turun temurun, menjadikan mereka sulit untuk mendapatkan informasi. Mereka cenderung menutup diri pada suatu hal yang baru, seperti SOGIESC. Imbasnya stigma mulai bermunculan dengan disertai diskriminasi dan kekerasan.

Aparat penegak hukum sebagai alat negara yang seharusnya melindungi juga termakan informasi yang salah. Sehingga mereka akan diam saja, menolak, atau malah memproses balik kepada korban. Atas dasar ini lah kemudian IAC memandang perlu untuk memberikan peningkatan kapasitas hukum dan hak asasi manusia kepada komunitas. Agar teman-teman komunitas dapat berargumen pada saat mendapatkan masalah hukum.

Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan pemahaman yang wajib diketahui oleh seluruh peserta yang hadir. Di dalamnya terdapat ajaran mengenai hak kita sebagai manusia yang seharusnya dihormati (to respect), dilindungi (to protect), dan dipenuhi (to fulfil) oleh negara. Lalu pertanyaannya adalah Kenapa negara?

Berangkat dari konsep negara itu sendiri di mana bahwa negara adalah wadah dari setiap individu yang didalamnya mengikatakan diri bersama untuk membuat sebuah negara, ini lah yang disebut dengan kontrak sosial. Dalam kesepakatan itu ditentukan juga siapa perwakilan dari siapa untuk dapat mengurus bersama-sama sebuah negara demi menciptakan keadilan bagi semua yang tinggal di dalamnya.

Maka dari itu sebagai bentuk tanggung jawab negara sebagai penerima amanat dari masyarakat, mereka harus menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM. Sebagai manusia kita tidak bisa memilih untuk dilahir di ras mana, dengan kondisi apa, atau berstatus apa? Oleh karena itu kita juga tidak bisa diperlakukan berbeda hanya karena ras yang berbeda, kondisi yang berbeda, ataupun status yang berbeda.

Mulai dari hak untuk hidup, hak atas kesehatan, hak atas kehidupan yang layak, hingga hak untuk mendapatkan Pendidikan harus didapatkan oleh kita. Dan negara harus bisa memenuhi itu semua.

Sistem Hukum Indonesia

Indonesia merupakan negara yang berlandaskan hukum. Sehingga pemenuhan HAM harus dituliskan dalam bentuk hukum sebagai dasar rujukan atas pemenuhannya. HAM juga harus dimasukan dalam tingkatan Undang-undang yang paling tinggi (dalam konteks Indonesia adalah Undang-undang Dasar 1945/UUD 1945). Tujuannya tentu selain sebagai rujukan masyarakat dalam menuntut hak nya, juga sebagai dasar pemerintah atau pengambil kebijakan membuat sebuah peraturan yang ingin mengatur masyarakatnya.

Pengenalan system hukum ini kepada peserta dilakukan untuk tujuan agar peserta mengetahui rujukan dari hak yang mereka tuntut untuk dipenuhi. Misalnya banyak di antara komunitas yang masih mengalami diskriminasi dalam mengakses layanan kesehatan, dengan mengetahui system hukum komunitas yang menjadi korban tadi menjadi tahu harus mengambil langkah apa dengan dasar apa. Sehingga saat ada penolakan dari aparat penegak hukum teman-teman komunitas dapat juga melakukan pelaporan terhadap itu.

Teman-teman komunitas juga mendapatkan pengetahuan tentang hirarki perundang-undangan yang ada di Indonesia mulai dari UUD 1945 hingga ke peraturan daerah dan surat edaran. Selain itu mereka juga dibekali dengan pengetahuan tentang rujukan jika mereka menjadi korban, kekerasan, diskriminasi, dan segala bentuk ketidak adilan.

Hukum dan Hak asasi Manusia

Pembela HAM

Kerja-kerja yang sedang dilakukan teman-teman komunitas dalam menanggulangan HIV merupakan kerja-kerja pembelaan HAM. Oleh karena itu dibutuhkan juga perlindungan yang ekstra untuk menjamin keberlangsungan kerja-kerja yang sedang mereka lakukan. Sebagai pembela HAM, mereka mendapatkan ancaman yang tidak hanya dari masyarakat sipil tetapi juga bisa dari negara atau kartel/mafia yang sedang menduduki negara itu sendiri. Let say oligarki yang sekarang ini menjadi musuh utama dalam perjuangan masyarakat sipil di Indonesia.

Istilah oligarki ini diberikan kepada segelintir orang yang memiliki akses terhadap pengambil kebijakan yang dengan karena itu mereka bisa menguasai apa saja di negara ini, misalnya merampas lahan, mengotak-ngatik kebijakan sesuai dengan yang diinginkan, hingga memonopoli demokrasi yang berlangsung di sini.

Untuk melawan oligarki ini tentu bukan tanpa resiko. Kita bisa lihat dalam 2 tahun ini sudah banyak aktivis yang dikriminalisasi hanya karena membela hak-hak yang teracam direnggut oleh oligarki.  Kalau kita lihat pada demo besar yang telah terjadi di 2 tahun ini seperti tolak RKUHP dan Omnibuslaw, terdapat korban jiwa yang tertembak oleh aparat negara. Belum lagi korban yang luka-luka akibat tindakan aparat kepolisian yang membubarkan paksa masa aksi.

Ini lah bentuk ancaman yang secara terang-terangan terlihat. Namun untuk yang ini dapat dimitigasi risikonya. Yang menjadi ancaman sebenarnya adalah terror-teror yang terlihat yang terkadang datang tanpa diduga-duga dan menyasar langsung ke ruang privat kira, seperti penyadapan, pengiriman paket yang mencurigakan, hingga menyebarkan data pribadi.

Atas dasar inilah kemudian teman-teman komunitas yang hadir diberikan pengetahuan terkait dengan perlindungan diri baik itu di kehidupan nyata hingga di dunia maya.

Share this post

On Key

Related Posts

Penguatan Pemahaman Hukum dan HAM

Hukum dan Hak asasi Manusia

Hari jumat tanggal 15 Juli 2022 lalu, IAC melakukan pengembangan kapasitas untuk teman-teman populasi kunci terkait dengan Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam pertemuan ini ada 4 babak pembahasan, pertama peserta dibekali dengan SOGIESC, kedua pemetaan akar penindasan yang terjadi di komunitas, ketiga pembekalan soal Hak Asasi Manusia, keempat system hukum Indonesia, dan kelima […]

Vacancy – Referral System Consultant for GBV Survivors

Since HIV cases were first reported in Indonesia in 1987, the epidemic has spread very widely to around 543,100 infections according to the Ministry of Health’s 2020 estimates with a loss to follow-up (LTFU) case rate and an alarming death rate. The latest treatment data from May 2020 shows that there are only 62% of […]

Learn from Puskesmas Koja

It has been eleven years since the Community Health Center (Puskesmas/PKM) of Koja District has been consistent with key population communities to carry out HIV prevention work in North Jakarta. Starting in 2011, PKM Koja strives to be able to implement the HIV countermeasures directive given by the Ministry of Health. At that time, some […]

Pertemuan Nasional Program Implementasi Swakelola IAC

Setelah terpilih menjadi Principal Recipient (PR) The Global Fund-ATM, Indonesia AIDS Coalition (IAC) mengimplementasikan program penguatan Sistem Komunitas dan Hak Asasi Manusia (Community System Strengthening-Human Rights/CSS-HR). Salah satu aktivitas yang dijalankannya adalah melakukan advokasi anggaran khusus untuk program penanggulangan HIV bagi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) local melalui mekanisme Swakelola. Indonesia sebagai negara dengan status “upper […]

want more details?

Fill in your details and we'll be in touch